Nama :Fuadi Ananda
NPM :22417449
Kelas :1IC07
Judul : Masalah Korupsi
PENDAHULUAN
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan
dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagaisuatu
proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat.
Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor,
yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibatsejak dari perencanaan
samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantaradua faktor tersebut yang
paling dominan adalah faktor manusianya.Indonesia merupakan salah satu negara
terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya.
Tetapi ironisnya, negaratercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan
Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang
miskin.Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas
sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan
atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya.
Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara
menyebabkan terjadinya korupsi.Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan
patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua
aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah
mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang
lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasankeuangan
negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggotalegislatif dengan
dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lainsebagainya di luar batas
kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi
hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itumerupakan cerminan rendahnya
moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji
mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain
kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak
berhasil memberantas korupsi,atau paling tidak mengurangi sampai pada titik
nadir yang paling rendahmaka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar
ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang
maju. Karenakorupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa
negara ke jurang kehancuran.
KASUS
Kejari
Jakarta Barat Tetapkan 2 Pegawai RSUD Cengkareng Sebagai Tersangka Kasus Dugaan
Korupsi
Kepala Seksi (Kasie) Intel Kejaksaan Negeri (Kejari)
Jakarta Barat, Teguh Ananto, mengatakan, pihaknya kini telah menetapkan tiga
orang tersangka terkait kasus korupsi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Cengkareng, Jakarta Barat pada Rabu (7/3/2018).Di kasus ini, dua dari tiga
tersangka, merupakan pegawai di RSUD Cengkareng.
"Kami telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus
dugaan mark up angggaran pengadaan alat kesehatan RSUD Cengkareng. Di kasus
itu, dua orang tersangkanya itu sebagai pengawas RSUD Cengkareng, sedangkan
satu orang lain itu dari mitranya," ucap Teguh di Kejari Jakarta
Barat.Diketahui, nilai di kasus korupsi terkait adanya pengadaan 13 item alat
kesehatan dianggaran tahun 2014, sebesar Rp 10,8 Miliar.
"Nilai kontraknya pada pengadaan 13 item alat
kesehatan itu sebesar Rp 10,8 miliar. Diketahui dilakukan Dwiyani Mahastuti,
sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Anita Apulia selaku pembuat Harga
Perkiraan Sendiri (HPS). Untuk dua orang ini mereka lah yang menyusun serta
diduga melakukan mark up alat kesehatannya. Lalu, Fajar Salomo Hutapea sebagai
mitra atau Direktur di perusahaan berinisial PT HSR. Fajar yang melalui
perusahaan itu, telah menangkan tender untuk pengadaan alat kesehatan,"
tegas Teguh.
Nilai korupsi tersebut, papar Teguh, untuk nilai
pagu-nya Rp 15 Miliar. Untuk HPS sebesar Rp 12,6 Miliar, dengan nilai
kontraknya sebesar Rp 10,8 Miliar.Terkait kerugiannya, masih dihitung oleh
Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi atau BPKP DKI Jakarta.
"Saat ini kasusnya sudah masuk ke penyidikan dan
tiga orang tersangka ini tak ditahan. Serta, pihak penyidik dari Kejari Jakarta
Barat, masih terus mengembangkan kasus ini, apakah nanti akan ada tersangka
baru lainnya atau tidak, ya masih diselidiki dulu," ucapnya.
Abraham
Ajak Generasi Muda Tidak Korupsi Sejak Dini
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Abraham Samad mengajak generasi muda untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai
integritas dalam diri masing-masing.Caranya dengan mencegah diri sendiri dan
orang lain tidak tidak melakukan korupsi sejak dini.
“Bangsa dan negara ini tidak dibangun di atas prilaku
korupsi melainkan dibangun di atas kejujuran dan nilai-nilai integritas.
Generasi muda wajib menumbuhkembangkan nilai-nilai ini karena merekalah yang
akan menerima estafet kepemimpinan bangsa dan negara,” kata Abraham, Rabu
(28/2/2018).
Abraham mengingatkan hal ini terkait akan hadirnya ia
selaku pembicara kunci di acara Indonesia Future Leaders Conference (IFLC) di
Makassar, Sulawesi Selatan.
Acara dengan tema “Sinergi dan Kolaborasi dalam
Membangun Negeri” ini rencananya dilaksanakan hari Kamis hingga Sabtu, 1-3
Maret 2019 di Balai Sidang 45, Jalan Urip Sumohardjo Km 4, Makassar, mulai
pukul 09.00 WITA.
Dalam sesi khusus Abraham akan memberi motivasi kepada
generasi muda calon pemimpin bangsa bagaimana mempersiapkan diri dari sisi
mental maupun moral.Dari sisi mental, kata Abraham, terkait harus kuatnya
pemimpin muda menahan godaan dalam bentuk pemberian gratifikasi, komisi, yang
ujung-ujungnya korupsi.
“Dari sisi moral bagaimana generasi muda wajib
memegang agama, keyakinan, dan etika yang selalu mengajarkan kebaikan,” kata
Abraham.Moralitas dan etika ini menurut Abraham pada gilirannya merupakan modal
penting untuk membendung setiap pemimpin muda atau calon pemimpin di masa mendatang
dari setiap prilaku koruptif.
TEORI
Pengertian
Korupsi secara Teoritis
Kata Korupsi berasal dari bahasa latin,
Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau
menyogok. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu
yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Korupsi
menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari
norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini
ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan
korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas
dengan berbagai macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang
jka dilihat dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada
hakekatnya mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi
sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna
mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi
korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi
keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan
menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum
dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan
wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan
pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman.
Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan
melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang
bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan
kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam
bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim
menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh
seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya
atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap
sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling
menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas
pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham
keuangan pribadi dengan masyarakat.
Tindak
Pidana Korupsi Dalam Perspektif Normatif
Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat
dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan Korupsi Pasif, Adapun yang dimaksud
dengan Korupsi Aktif adalah sebagai berikut :
-Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau Korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
-Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau Korporasi yang menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat
merugikan keuangan Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999)
-Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh
pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut
(Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
-Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk
melakukan Tindak pidana Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai
negeri atau Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5
ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau
Penyelenggara negara karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan
dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5
ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tagun 2001)
-Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan
maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk
diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
ANALISIS
Korupsi
bukanlah suatu hal baru yang kita dengar karena hampir setiap hari dalam
kehidupan kita kata-kata korupsi sering muncul didepan kita, baik itu muncul
dari media masa yang kita baca seperti Koran pada umumnya dan juga media
elektronik seperti televisi yang kita nonton serta berbagai berita-berita
online yang kita baca. Korupsi yang bukan lagi suatu kelangkaan terhadap masyarakat
merupakan suatu perbuatan tercela ataupun banyak masyarakat menganggapnya
sebagai pencuri uang rakyat. Namun pada dasarnya istilah korupsi berasal dari
kata latin corruption atau corruptus kemudian mucul dalam bahassa inggris dan
perancis yaitu corruption dan dalam bahasa belanda dikenal dengan kata
korruptie serta di Indonesia disebut dengan istilah korupsi. Istilah korupsi
ini didefinisikan sebagai penyelewengan atau penyalah gunaan uang Negara
(swasta) untuk keuntungan pribadi dan orang lain. Korupsi merupakan tindakan
yang menyimpang dari kehidupan masyarakat dan aturan-aturan Negara.
Fenomena korupsi di negeri kita Indonesia seperti
sebuah ajang perlombaan yang akan berlomba untuk menduduki posisi teratas
diantara elit-elit politik, legislatif, dan tidak kalah juga dengan para
akademisi. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh TII (Transparency
Internasional Indonesia) pada tahun 2005 menetapkan bahwa peringkat pertama
lembaga terkorup adalah partai politik, saat itu legislatif berada di peringkat
kedua. Akan tetapi di hasil survey korupsi di tahun 2006, legislatif menduduki
peringkat pertama dan partai politik diperingkat keempat. Dari tahun ketahun
berbagai prestasi mengenai kedudukan peringkat dalam berkorupsi terus
berganti-ganti posisinya dan yang sangat aneh korupsi ini tidak pernah
berkurang. Padahal bangsa Indonesia mempunyai cita-cita konstitusi yaitu “
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
mencerdaskan kehidupan bangsa”. Berdasarkan cita-cita yang tertuang didalam
pembukaan UUD 1945 sebenarnya masyarakat dapat menuntut hak dan kewajibannya,
dan juga ada pasal yang menyebutkan bahwa “kekayaan alam yang dikuasai oleh
Negara itu digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”, akan tetapi hal
ini terabaikan karena adanya berbagai kejahatan dalam korupsi. Dengan kondisi
sosial masyarakat yang semakin tertindas oleh para lembaga Negara yang
melakukan korupsi sebenarnya sangat mengkhianati rakyat. dimana rakyat yang
selalu mengalami kegundahan dan kegelisahan dalam menjalani hidup karena sangat
banyak daerah-daerah yang masih tertinggal dengan infastruktur yang belum
memadai untuk melancarkan aktivitas ekonomi untuk dapat bertahan hidup.
Peraturan-peraturan tentang pemberantasan korupsi
silih berganti, selalu orang yang belakangan yang memperbaiki dan menambahkan,
namun korupsi dalam segala bentknya dirasakan masih tetap mengganas. Istilah
korupsi sebagai istilah hokum dan member batsan pengertian korupsi adalah
perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian Negara atau daerah
atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan/atau kelonggaran yang lain
dari masyarakat, sebagai bentuk khusus daripada perbuatan korupsi. Oleh karena
itu, Negara memandang bahwa perbuatan atau tindak pidana korupsi telah masuk
dan menjadi suatu perbuatan pidana korupsi yang selama ini terjadi secara
meluas, tidak hanya merugikan keuangan Negara dan daerah, tetapi juga telah
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak social dan ekonomi masyarakat secara luas,
sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang
pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.
Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat
didasarkan pada 3 (tiga) pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
-Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi
terjadi,
-Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi,
-Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi
terjadi.
Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga
strategi untuk mencegah dan memberantas korupsi yang tepat yaitu:
1.Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan
diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab
yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan
penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan
peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam
pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi.
2.Strategi Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama
dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka
perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya
dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan
dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem
tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal
apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya
berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan
sosial.
3.Strategi Represif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama
dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan
tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran
ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di
segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara
cepat dan tepat. Namun implementasinyaharus dilakukan secara terintregasi. Bagi
pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang
hendak dilaksanakan.
Adapula strategi pemberantasan korupsi secara
preventif maupun secara represif antara lain :
Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan
korupsi di Indonesia saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas
dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan
Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas
korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik untuk
melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan
kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik
yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan
sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas
korupsi.
Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat
hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan
bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan
pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan
keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada
dengan menekankan prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar
struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan
orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
Gerakan “Moral” yang secara terus menerus
mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang
melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan
tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang,
dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan menghargai
perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga
pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama
generasi muda sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang
bersih dari moral korup.
Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan
menyusutkan jumlah pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang
optimal dengan jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan
keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan
tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan
bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi
kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan
martabat kehidupan
Negara mengeluarkan 3 produk hukum tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu: UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No 28 Tahun 1999
tentang enyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme.
Kesimpulan dari ketiga UU yang menyangkut
pemberantasan tindak pidana korupsi ini merupakan lex specialis generalis.
Materi substansi yang terkandung didalamnya antara lain :
1.Memperkaya diri/orang lain secara melawan hokum
(Pasal 2 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999). Jadi, pelaku tindak pidana korupsi
tersebut adalah setiap orang baik yang berstatus PNS atau No-PNS serta
korporasi yang dapat berbentuk badan hokum atau perkumpulan.
2.Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau korporasi.
3.Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian
Negara.
4.Adanya oenyakahgunaan kewenangan, kesempatan atau
sarana (Pasal 3 UU N0.31 Tahun 1999).
5.Menyuap PNS atau Penyelenggara Negara (Pasal 5 UU
No.20 Tahun 2001).
6.Perbuatan curang (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001).
7.Penggelapan dalam jabatan (Pasal 6 UU No. 20 Tahun
2001).
Oleh karena itu, keberadaan produk regulasi yang
diberikan Negara untuk menyelamatkan keuangan Negara dari perilaku korupsi,
sangatlah dituntu kepada para aparat penegak hokum lainnya untuk semkasimal
mungkin dapat memahami rumusan delik yang terkait dan menyebar di setiap pasal
yang ada agar tepat dalam menerapkan kepadapara pelaku.selain itu juga
diperlukan strategi pemberantasan korupsi
yang sangat jitu dan tepat.
Penerapan sangsi normatif mengenai korupsi kepada para
pelakunya tidakakan bermanfaat dan bernilai penyesalan bilamana tidak diikutkan
juga beberapa strategi. Ada 3 hal yang harus dilakukan guna mengurangi sifat
dan perilaku masyarakat untuk korupsi, anatara lain;
(1) menaikkan gaji pegawai rendah dan menengah,
(2) menaikkan moral pegawai tinggi, serta
(3) legislasi pungutan liar menjadi pendapat resmi
atau legal.
REFERENSI
-https://sociologypolitik.blogspot.co.id/2015/05/contoh-analisis-kasus-korupsi.html
-http://www.tribunnews.com/tag/kasus-korupsi
-http://makalainet.blogspot.co.id/2013/10/korupsi.html
Komentar
Posting Komentar